Oleh : KH. Abdullah Gymnastiar
Semoga Allah Yang Maha agung, mengaruniakan kepada kita kehati-hatian atas kesuksesan karena orang yang diuji dengan kegagalan ternyata lebih mudah berhasil dibandingkan dengan mereka yang diuji dengan kesuksesan. Banyak orang yang tahan menghadapi kesulitan, tetapi sedikit orang yang tahan ketika menghadapi kemudahan dan kelapangan.
Ada orang yang bersabar ketika tidak mempunyai harta, tetapi banyak orang yang hilang kesabaran ketika hartanya melimpah. Ternyata, harta, pangkat, dan gelar yang sering kali dijadikan sebagai alat ukur kesuksesan, dalam praktiknya malah sering membuat orang tergelincir dalam kesesatan dan kekeliruan.
Saudaraku yang budiman, setiap manusia pasti di dalam lubuk hatinya mempunyai cita-cita di masa depannya, dengan tergambar dalam pikirannya akan gemilang dan kesuksesannya. Namun, tidak sedikit dari sahabat-sahabat kita kebingungan dalam mengartikan kesuksesan itu sendiri.
Lantas, apakah sebenarnya makna dari sebuah kesuksesan? Setiap orang bisa jadi memiliki paradigma yang berbeda mengenai kesuksesan. Namun secara sederhana, sukses bisa dikatakan sebagai sebuah keberhasilan akan tercapainya sesuatu yang telah ditargetkan. Pada dasarnya, dalam dimensi yang lebih luas, sukses adalah milik semua orang. Namun, persoalan yang sering terjadi adalah bahwa tidak semua orang tahu bagaimana cara mendapatkan kesuksesan itu.
Dalam paradigma Islam, kesuksesan memang tidak hanya dilihat dari aspek duniawi, namun juga ukhrawi. Untuk itu, kita butuh suatu sistem atau pola hidup yang memungkinkan kita untuk dapat meraih sukses di dunia sekaligus di akhirat. Satu hal yang sejak awal harus direnungi bahwa sukses dunia jangan sampai menutup peluang kita untuk meraih sukses akhirat. Justru sukses hakiki adalah saat kita berjumpa dengan Allah nanti. Apalah artinya di dunia dipuji habis-habisan, segala kedudukan digenggam, harta bertumpuk-tumpuk, namun ternyata semua itu tidak ada harganya secuil pun di sisi Allah.
Orang yang sukses sebenarnya adalah orang yang berani taat kepada Allah, dan berhasil menjauhi segala larangan-Nya. Orang yang sukses sejati adalah orang yang terus-menerus berusaha membersihkan hati. Di sisi lain, dia terus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan pengabdian terbaik, di mana hal itu akan terlihat dari keikhlasan dan kemuliaan akhlaknya. Sukses akhirat akan kita raih ketika sukses dunia yang didapatkan tidak berbenturan dengan rambu-rambu larangan Allah. Betapa bernilai ketika sukses duniawi diperoleh seiring ketaatan kita kepada Allah SWT.
Sebenarnya, siapa pun bisa menjadi orang mulia dan sukses, tak peduli ia seorang pembantu rumah tangga, guru, tukang sayur, atau pejabat pemerintah. Selama orang itu bekerja dengan baik dan benar, taat beribadah, dan akhlaknya mulia, dia bisa menjadi orang sukses.
Bukan jabatan yang membuat seseorang terlihat baik. Itu semua hanyalah "topeng". Semuanya tak ada apa-apanya kalau pribadinya sendiri tak berkualitas. Oleh karena itu, pantang kita hormat kepada orang yang tidak menjadikan kemuliaannya untuk taat kepada Allah.
Dalam Alquran Surat Al-Hujuraat ayat 13 Allah berfirman, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu". Jadi, yang paling mulia bukanlah orang yang paling banyak gelarnya atau orang yang paling kaya dan dianggap paling sukses. Orang mulia dan sukses adalah orang yang berhasil mengenal Allah. Lalu, dia taat pada-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Orang yang sukses adalah orang yang paling berhasil menata dirinya, menata pikirannya, menata matanya, menata mulutnya sehingga hidup ini ada di jalan yang tepat, yang disukai Allah. Posisi apa saja tidak apa-apa, tidak harus menjadi orang top dalam pandangan manusia, yang penting top dalam pandangan Allah. Toh, tidak mungkin satu negara presiden semuanya. Tidak mungkin kita jenderal semua. Kalau kesuksesan dianggap jenderal, cuma sedikit orang yang sukses.
Orang yang sukses adalah orang yang tidak merasa suci dan ingin dipuji. Orang sukses selalu bisa memuji Allah, dan tobat memohon ampun. Dia sadar bahwa apa pun yang diperolehnya adalah amanah. Insya Allah kita songsong saat kematian kita besok lusa dengan mempersembahkan karya terbaik kita dalam kehidupan. Ikhlas karena Allah. Itulah misi kehidupan kita, bukan pengumpul dunia yang akan kita tinggalkan. Itulah makna sukses yang sejati. Wallahualam. ***
Saudaraku yang budiman, setiap manusia pasti di dalam lubuk hatinya mempunyai cita-cita di masa depannya, dengan tergambar dalam pikirannya akan gemilang dan kesuksesannya. Namun, tidak sedikit dari sahabat-sahabat kita kebingungan dalam mengartikan kesuksesan itu sendiri.
Lantas, apakah sebenarnya makna dari sebuah kesuksesan? Setiap orang bisa jadi memiliki paradigma yang berbeda mengenai kesuksesan. Namun secara sederhana, sukses bisa dikatakan sebagai sebuah keberhasilan akan tercapainya sesuatu yang telah ditargetkan. Pada dasarnya, dalam dimensi yang lebih luas, sukses adalah milik semua orang. Namun, persoalan yang sering terjadi adalah bahwa tidak semua orang tahu bagaimana cara mendapatkan kesuksesan itu.
Dalam paradigma Islam, kesuksesan memang tidak hanya dilihat dari aspek duniawi, namun juga ukhrawi. Untuk itu, kita butuh suatu sistem atau pola hidup yang memungkinkan kita untuk dapat meraih sukses di dunia sekaligus di akhirat. Satu hal yang sejak awal harus direnungi bahwa sukses dunia jangan sampai menutup peluang kita untuk meraih sukses akhirat. Justru sukses hakiki adalah saat kita berjumpa dengan Allah nanti. Apalah artinya di dunia dipuji habis-habisan, segala kedudukan digenggam, harta bertumpuk-tumpuk, namun ternyata semua itu tidak ada harganya secuil pun di sisi Allah.
Orang yang sukses sebenarnya adalah orang yang berani taat kepada Allah, dan berhasil menjauhi segala larangan-Nya. Orang yang sukses sejati adalah orang yang terus-menerus berusaha membersihkan hati. Di sisi lain, dia terus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan pengabdian terbaik, di mana hal itu akan terlihat dari keikhlasan dan kemuliaan akhlaknya. Sukses akhirat akan kita raih ketika sukses dunia yang didapatkan tidak berbenturan dengan rambu-rambu larangan Allah. Betapa bernilai ketika sukses duniawi diperoleh seiring ketaatan kita kepada Allah SWT.
Sebenarnya, siapa pun bisa menjadi orang mulia dan sukses, tak peduli ia seorang pembantu rumah tangga, guru, tukang sayur, atau pejabat pemerintah. Selama orang itu bekerja dengan baik dan benar, taat beribadah, dan akhlaknya mulia, dia bisa menjadi orang sukses.
Bukan jabatan yang membuat seseorang terlihat baik. Itu semua hanyalah "topeng". Semuanya tak ada apa-apanya kalau pribadinya sendiri tak berkualitas. Oleh karena itu, pantang kita hormat kepada orang yang tidak menjadikan kemuliaannya untuk taat kepada Allah.
Dalam Alquran Surat Al-Hujuraat ayat 13 Allah berfirman, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu". Jadi, yang paling mulia bukanlah orang yang paling banyak gelarnya atau orang yang paling kaya dan dianggap paling sukses. Orang mulia dan sukses adalah orang yang berhasil mengenal Allah. Lalu, dia taat pada-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Orang yang sukses adalah orang yang paling berhasil menata dirinya, menata pikirannya, menata matanya, menata mulutnya sehingga hidup ini ada di jalan yang tepat, yang disukai Allah. Posisi apa saja tidak apa-apa, tidak harus menjadi orang top dalam pandangan manusia, yang penting top dalam pandangan Allah. Toh, tidak mungkin satu negara presiden semuanya. Tidak mungkin kita jenderal semua. Kalau kesuksesan dianggap jenderal, cuma sedikit orang yang sukses.
Orang yang sukses adalah orang yang tidak merasa suci dan ingin dipuji. Orang sukses selalu bisa memuji Allah, dan tobat memohon ampun. Dia sadar bahwa apa pun yang diperolehnya adalah amanah. Insya Allah kita songsong saat kematian kita besok lusa dengan mempersembahkan karya terbaik kita dalam kehidupan. Ikhlas karena Allah. Itulah misi kehidupan kita, bukan pengumpul dunia yang akan kita tinggalkan. Itulah makna sukses yang sejati. Wallahualam. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar